Tragedi Mesuji terkuak, nama Jenderal Saurip Kadi muncul ke publik!. Jenderal Saurip Kadi semakin sering namanya disebut-sebut di berbagai media. Saurip Kadi adalah orang yang melaporkan kejadian ini ke Komisi Hukum DPR pada 14 Desember lalu. Dengan mengantongi sejumlah bukti foto dan video serta beberapa saksi mata, ia membeberkan pembantaian warga Mesuji tersebut dibekingin oleh Pamswakarsa yang disewa perusahaan asal Malaysia, PT. Silvani Inhutani.
Membawa segepok bukti, termasuk video dan foto, plus saksi mata, Saurip dan rombongan asal Lampung itu melaporkan dugaan pembantaian 30 petani di Mesuji, Lampung, sejak pemerintahan SBY. Pembantaian itu diduga dilakukan Pamswakarsa yang dibekingi perusahaan sawit asal Malaysia, PT Silvani Inhutani.
Membawa segepok bukti, termasuk video dan foto, plus saksi mata, Saurip dan rombongan asal Lampung itu melaporkan dugaan pembantaian 30 petani di Mesuji, Lampung, sejak pemerintahan SBY. Pembantaian itu diduga dilakukan Pamswakarsa yang dibekingi perusahaan sawit asal Malaysia, PT Silvani Inhutani.
Bagaimana kisah Saurip Kadi hingga terlibat dalam pembelaan kasus insiden berdarah Mesuji?" Apa yang membuat saya ingin terlibat adalah karena alasan kemanusiaan," kata Saurip. “Setiap orang yang punya nurani akan tergerak melihat foto-foto kekerasan. Apalagi saya terikat sumpah prajurit,” (Tempo, Kamis, 15 Desember 2011)
Purnawirawan Jenderal Saurip Kadi mengaku terpanggil untuk membantu warga Mesuji Lampung yang dibekap teror akibat kekerasan yang terjadi di wilayahnya. “Mereka sudah frustasi, putus asa. Mereka tidak percaya lagi pada pemerintah karena upaya yang sudah dilakukan melalui pemerintah daerah mulai bupati hingga gubernur, bahkan Komnas (Komisi Nasional) HAM ingkar janji,” kata Saurip.
Purnawirawan tentara yang memulai karier militernya sebagai perwira pertama dari lingkungan Kodam V/Brawijaya di Batalyon Infantri 521 Kediri itu lantas bersama rekan sesamanya, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), pengacara, membentuk tim investigasi.
“Tim investigasi kemudian bergerak ke lokasi untuk mengumpulkan data. Ketika semua siap, kami menghubungi instansi terkait seperti DPR, Komnas HAM, media massa dan intelijen,” kata Saurip yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPR RI periode 1995-1997 dan juga Staf Ahli bidang Khusus Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Saurip dan timnya lantas meyakinkan para saksi agar memiliki keberanian mengungkapkan kasus tersebut berdasarkan apa yang disaksikannya. “Tapi tidak mudah meyakinkan saksi mau ke Jakarta, seperti mengajak anak kecil yang mogok,” katanya.
Untuk itu, dia perlu upaya meyakinkan mereka. “Setelah diyakinkan, ada yang berani, tapi bukan saksi kunci, melainkan saksi di lingkaran dua dan tiga. Namun, mereka siap diintrosgasi,” jelas Saurip yang dipercaya sebagai pendamping warga Mesuji.
Saurip mendampingi lima perwakilan warga Mesuji, Lampung, mengadu ke Komisi Hukum DPR Rabu kemarin terkait dengan kasus pelanggaran HAM dan kekerasan yang mereka alami. Di sana mereka meminya Komisi Hukum mendesak Kepala Kepolisian RI tegas mengusut pembantaian 30 warga Mesuji yang terjadi sepanjang 2009 hingga 2010.
Purnawirawan tentara yang memulai karier militernya sebagai perwira pertama dari lingkungan Kodam V/Brawijaya di Batalyon Infantri 521 Kediri itu lantas bersama rekan sesamanya, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), pengacara, membentuk tim investigasi.
“Tim investigasi kemudian bergerak ke lokasi untuk mengumpulkan data. Ketika semua siap, kami menghubungi instansi terkait seperti DPR, Komnas HAM, media massa dan intelijen,” kata Saurip yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPR RI periode 1995-1997 dan juga Staf Ahli bidang Khusus Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Saurip dan timnya lantas meyakinkan para saksi agar memiliki keberanian mengungkapkan kasus tersebut berdasarkan apa yang disaksikannya. “Tapi tidak mudah meyakinkan saksi mau ke Jakarta, seperti mengajak anak kecil yang mogok,” katanya.
Untuk itu, dia perlu upaya meyakinkan mereka. “Setelah diyakinkan, ada yang berani, tapi bukan saksi kunci, melainkan saksi di lingkaran dua dan tiga. Namun, mereka siap diintrosgasi,” jelas Saurip yang dipercaya sebagai pendamping warga Mesuji.
Saurip mendampingi lima perwakilan warga Mesuji, Lampung, mengadu ke Komisi Hukum DPR Rabu kemarin terkait dengan kasus pelanggaran HAM dan kekerasan yang mereka alami. Di sana mereka meminya Komisi Hukum mendesak Kepala Kepolisian RI tegas mengusut pembantaian 30 warga Mesuji yang terjadi sepanjang 2009 hingga 2010.
Sebagai tindak lanjut dari tragedi Mesuji, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengungkapkan bahwa kepolisian di Sumatera Selatan telah menetapkan 6 tersangka utama dalam kasus bentrokan sengketa tanah yang terjadi antara warga Mesuji dan petugas keamanan perkebunan perusahaan itu, April 2011 lalu.
Para tersangka yang 5 di antaranya adalah karyawan PT Sumber Wangi Alam (PT SWA) yang diduga membunuh 2 orang warga Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan, sedangkan 1 orang tersangka diduga menjadi salah satu pelaku pembunuhan terhadap lima karyawan PT SWA.
"Sudah ada enam orang yang diproses secara hukum. Satu orang di antaranya itu dari warga yang terlibat dari siang saat peristiwa itu berlangsung," ujar Boy di Gedung Humas Polri, Jakarta, Kamis (15/12/2011). Berkas perkara enam orang tersangka itu, kata Boy, sudah memasuki tahap P21 (lengkap) dengan dakwaan pasal pembunuhan. "(Persidangan) sudah dijadwalkan dalam waktu dekat. Informasinya, P21 sudah sejak bulan September," sambungnya.
Sementara itu, kata Boy, kepolisian masih memiliki utang untuk menangkap delapan orang warga yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yang melakukan pembunuhan terhadap lima karyawan PT SWA. Boy tidak menyebutkan nama dari delapan orang tersebut. "Sementara DPO delapan orang ini berdasarkan kesaksian terlibat dalam penganiayaan berat atau yang mengakibatkan meninggalnya dari pihak pegawai," jelas Boy. "Jadi diharapkan delapan DPO ini ditangkap. Ini akan dapat mengungkap siapa yang memenggal dan membunuh karyawan PT SWA," sambung Boy.
Penegakan hukum terhadap para pelaku ini, kata Boy, sebagai bukti bahwa kepolisian tidak menutup-nutupi maupun membiarkan peristiwa itu terjadi. Selain itu, tuturnya, sebuah tim dari Mabes Polri juga diturunkan untuk mengawasi pengusutan dan penyelesaian kasus tersebut, termasuk di dalamnya melakukan evaluasi pengamanan terkait peristiwa di Mesuji tersebut.
"Peristiwa yang April 2011 itu setahu saya ada beritanya dan sesuai prosedur pengamanan. Buktinya ada enam orang yang akan dipidanakan. Itu kan bukti bahwa ada langkah-langkah hukumnya," pungkasnya.
"Sudah ada enam orang yang diproses secara hukum. Satu orang di antaranya itu dari warga yang terlibat dari siang saat peristiwa itu berlangsung," ujar Boy di Gedung Humas Polri, Jakarta, Kamis (15/12/2011). Berkas perkara enam orang tersangka itu, kata Boy, sudah memasuki tahap P21 (lengkap) dengan dakwaan pasal pembunuhan. "(Persidangan) sudah dijadwalkan dalam waktu dekat. Informasinya, P21 sudah sejak bulan September," sambungnya.
Sementara itu, kata Boy, kepolisian masih memiliki utang untuk menangkap delapan orang warga yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yang melakukan pembunuhan terhadap lima karyawan PT SWA. Boy tidak menyebutkan nama dari delapan orang tersebut. "Sementara DPO delapan orang ini berdasarkan kesaksian terlibat dalam penganiayaan berat atau yang mengakibatkan meninggalnya dari pihak pegawai," jelas Boy. "Jadi diharapkan delapan DPO ini ditangkap. Ini akan dapat mengungkap siapa yang memenggal dan membunuh karyawan PT SWA," sambung Boy.
Penegakan hukum terhadap para pelaku ini, kata Boy, sebagai bukti bahwa kepolisian tidak menutup-nutupi maupun membiarkan peristiwa itu terjadi. Selain itu, tuturnya, sebuah tim dari Mabes Polri juga diturunkan untuk mengawasi pengusutan dan penyelesaian kasus tersebut, termasuk di dalamnya melakukan evaluasi pengamanan terkait peristiwa di Mesuji tersebut.
"Peristiwa yang April 2011 itu setahu saya ada beritanya dan sesuai prosedur pengamanan. Buktinya ada enam orang yang akan dipidanakan. Itu kan bukti bahwa ada langkah-langkah hukumnya," pungkasnya.
Kasus Mesuji yang terjadi beberapa waktu lalu merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang menjadi sejarah kelam Indonesia. Sudah sepatutnya kasus ini menjadi "pekerjaan rumah" aparat untuk diselesaikan secara hukum.
referensi: tempo, kompas
No comments:
Post a Comment